Tanggal 18 - 21 Juni 2015 adalah waktu tersingkat kepulangan saya ke kampung halaman - Tulungagung. Meskipun begitu, saya sangat bersyukur, karena di waktu yang cukup pendek itu, saya dapat kembali merajut tali silaturahmi dengan keluarga terdekat, dan tetangga terdekat.
Di selang waktu itu pula, saya sempatkan membaca 2 buah karya mahasiswa yang berbeda generasi, sekitar 40 tahun, tapi sama universitas : Universitas Indonesia (UI).
Buku pertama adalah "Catatan Seorang Demonstran" - Soe Hok Gie dan buku kedua adalah "Karena selama hidup kita belajar" - Faldo Maldini
Dua buah buku yang sama - sama mengulas kehidupan pribadi penulis dimana menjadi inspirator pergerakan mahasiswa di masanya masing - masing, terlepas dari buku Gie yang ditulis dalam bentukan diari dialektika berpikir, sedangkan buku Kak Faldo yang dikemas lebih bercerita. Keduanya tetap menarik dalam memberikan semangat idealisme gerakan mahasiswa di masanya.
Soe Hok Gie - sebuah nama anak muda yang masih terus terngiang higga masa ini, 45 tahun setelah wafatnya beliau di mahameru 16 Desember 1969. Seorang pemuda yang dengan berani, mengkritik pemerintah yang dia juluki pongah, yak... Rezim Orde Lama. Beliau adalah salah seorang pemuda produk pendidikan di awal masa kemerdekaan Republik. Seorang pemuda yang disekelilingnya dipenuhi generasi tua penuh inspirasi dialektika pemikiran mendalam. Seorang pemuda yang menggerakkan dan membuka mata hati melalui tulisannya di media cetak. Banyak orang yang tergerak pasca membaca tulisan Gie, begitulah dia dipanggil waktu itu. Tergerak untuk melawan fatamorgana semangat kemerdekaan mengawang di awang - awang. Tulisan dan kritiknya tak hanya menuai kontroversi di kalangan elit, tapi juga banjir pujian dari kalangan alit. Namun... pujian hanya sekedar pujian, sanjugan hanya berakhir dalam jabatan tangan. Dari berbagai curahan dalam diari pemikiran Gie, saya pribadi menemukan bagian sanjungan semu, hingga mengakibatkan beliau merasa terasing dalam kegaduhan pujian. Beliau bahkan begitu rindu untuk memiliki teman dekat, sebagai tempat untuk diajak berbagi. Gie sempat larut dalam retorika dan dialektika berkepanjangan tentang Cinta, Nafsu dan Tuhan. Tapi di sisi lain, Gie sangat teguh pada pendiriannya atas suatu yang dianggapnya kebenarannya, kebenaran yang diambil dari kesimpulan pemikirannya. Atas segala kelebihan dan kekurangan Beliau, Gie tetap lah bintang dalam kelam di masanya. Masa yang serba sulit, masa yang serba terbatas.
Di masa sekarang, 100 tahun setelah kebangkitan nasional. Munculah kemahasiswa gaya baru oleh Faldo Maldini. Kak Faldo, begitulah biasanya saya memanggil sosok beliau. Sempat saya berkesempatan menjalin silaturahmi dalam perjalanan motor hujan - hujan naik motor saya, Bandung - Jatinangor, demi menyebarkan semangat kepada Tunas - Tunas Muda Ganesha di tahun 2012 lalu.
Setelah membaca buku kak Faldo ini, di masa ini apa yang dibela dan diperjuangkan mahasiswa ? Perjuangan mahasiswa masa ini adalah melawan ketidakadilan, secara vertikal antara masyarakat dengan oknum di pemerintah. Perjuangan mahasiswa lainnya adalah perlawanan terhadap ketimpangan ekonomi dan ketimpangan intelektual, secara horizontal di kalangan masyarakat sendiri. Faldo Maldini adalah pemimpin dari Departemen Barisan MIPA, Ketua HMD Fisika, Ketua BEM FMIPA UI, Ketua BEM UI yang diusulkan oleh mahasiswa UI sendiri dari bawah. Sepak terjang dalam 4 buah amanah yang beliau pegang, semuanya berawal dari dukungan teman - temannya, dan bukan berasal dari diri beliau pribadi. Pemimpin yang merakyat, menyebarkan inspirasi, hingga kita anak - anak muda dapat berkarya dalam bidang sesuai passion masing - masing. Faldo dikelilingi manusia - manusia hebat yang siap membantu beliau. Entah bagaimana cara beliau membantu relasi, hingga pada akhirnya Faldo mampu menggerakkan seluruh stakeholder UI hingga dapat membuat perubahan, dari mulai departemen, jurusan, fakultas, kampus, hingga dalam sejarah politik nasional. Di akhir masa jabatan di Ketua BEM UI, beliau memimpin gerakan untuk membela masyarakat yang dirobohkan rumahnya di sekitar bantaran rel kereta api, tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya. Sebuah fakta atas adanya ketidakadilan vertikal antara masyarakat dan pemerintahnya. Faldo tumbuh dalam keluarga beragama kuat, dan lingkungan yang agamis. Idealisme-passion-karya mungkin 3 kata yang selalu menghiasi hari - hari beliau dalam keseharian untuk terus belajar - belajar - belajar.
Semoga mahasiswa 2015 hingga seterusnya tetap mendapat ruh kemahasiswa sampai kapan pun. Dengan membaca dua buah buku beda generasi ini.
Sumber Gambar :
https://lathifany.files.wordpress.com/2013/01/dsc03437.jpg
https://justrecord.files.wordpress.com/2012/07/soe-hok-gie-1.jpg
Buku pertama adalah "Catatan Seorang Demonstran" - Soe Hok Gie dan buku kedua adalah "Karena selama hidup kita belajar" - Faldo Maldini
Dua buah buku yang sama - sama mengulas kehidupan pribadi penulis dimana menjadi inspirator pergerakan mahasiswa di masanya masing - masing, terlepas dari buku Gie yang ditulis dalam bentukan diari dialektika berpikir, sedangkan buku Kak Faldo yang dikemas lebih bercerita. Keduanya tetap menarik dalam memberikan semangat idealisme gerakan mahasiswa di masanya.
Sosok Soe Hok Gie |
Soe Hok Gie - sebuah nama anak muda yang masih terus terngiang higga masa ini, 45 tahun setelah wafatnya beliau di mahameru 16 Desember 1969. Seorang pemuda yang dengan berani, mengkritik pemerintah yang dia juluki pongah, yak... Rezim Orde Lama. Beliau adalah salah seorang pemuda produk pendidikan di awal masa kemerdekaan Republik. Seorang pemuda yang disekelilingnya dipenuhi generasi tua penuh inspirasi dialektika pemikiran mendalam. Seorang pemuda yang menggerakkan dan membuka mata hati melalui tulisannya di media cetak. Banyak orang yang tergerak pasca membaca tulisan Gie, begitulah dia dipanggil waktu itu. Tergerak untuk melawan fatamorgana semangat kemerdekaan mengawang di awang - awang. Tulisan dan kritiknya tak hanya menuai kontroversi di kalangan elit, tapi juga banjir pujian dari kalangan alit. Namun... pujian hanya sekedar pujian, sanjugan hanya berakhir dalam jabatan tangan. Dari berbagai curahan dalam diari pemikiran Gie, saya pribadi menemukan bagian sanjungan semu, hingga mengakibatkan beliau merasa terasing dalam kegaduhan pujian. Beliau bahkan begitu rindu untuk memiliki teman dekat, sebagai tempat untuk diajak berbagi. Gie sempat larut dalam retorika dan dialektika berkepanjangan tentang Cinta, Nafsu dan Tuhan. Tapi di sisi lain, Gie sangat teguh pada pendiriannya atas suatu yang dianggapnya kebenarannya, kebenaran yang diambil dari kesimpulan pemikirannya. Atas segala kelebihan dan kekurangan Beliau, Gie tetap lah bintang dalam kelam di masanya. Masa yang serba sulit, masa yang serba terbatas.
Sosok Faldo Maldini |
Di masa sekarang, 100 tahun setelah kebangkitan nasional. Munculah kemahasiswa gaya baru oleh Faldo Maldini. Kak Faldo, begitulah biasanya saya memanggil sosok beliau. Sempat saya berkesempatan menjalin silaturahmi dalam perjalanan motor hujan - hujan naik motor saya, Bandung - Jatinangor, demi menyebarkan semangat kepada Tunas - Tunas Muda Ganesha di tahun 2012 lalu.
Setelah membaca buku kak Faldo ini, di masa ini apa yang dibela dan diperjuangkan mahasiswa ? Perjuangan mahasiswa masa ini adalah melawan ketidakadilan, secara vertikal antara masyarakat dengan oknum di pemerintah. Perjuangan mahasiswa lainnya adalah perlawanan terhadap ketimpangan ekonomi dan ketimpangan intelektual, secara horizontal di kalangan masyarakat sendiri. Faldo Maldini adalah pemimpin dari Departemen Barisan MIPA, Ketua HMD Fisika, Ketua BEM FMIPA UI, Ketua BEM UI yang diusulkan oleh mahasiswa UI sendiri dari bawah. Sepak terjang dalam 4 buah amanah yang beliau pegang, semuanya berawal dari dukungan teman - temannya, dan bukan berasal dari diri beliau pribadi. Pemimpin yang merakyat, menyebarkan inspirasi, hingga kita anak - anak muda dapat berkarya dalam bidang sesuai passion masing - masing. Faldo dikelilingi manusia - manusia hebat yang siap membantu beliau. Entah bagaimana cara beliau membantu relasi, hingga pada akhirnya Faldo mampu menggerakkan seluruh stakeholder UI hingga dapat membuat perubahan, dari mulai departemen, jurusan, fakultas, kampus, hingga dalam sejarah politik nasional. Di akhir masa jabatan di Ketua BEM UI, beliau memimpin gerakan untuk membela masyarakat yang dirobohkan rumahnya di sekitar bantaran rel kereta api, tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya. Sebuah fakta atas adanya ketidakadilan vertikal antara masyarakat dan pemerintahnya. Faldo tumbuh dalam keluarga beragama kuat, dan lingkungan yang agamis. Idealisme-passion-karya mungkin 3 kata yang selalu menghiasi hari - hari beliau dalam keseharian untuk terus belajar - belajar - belajar.
Semoga mahasiswa 2015 hingga seterusnya tetap mendapat ruh kemahasiswa sampai kapan pun. Dengan membaca dua buah buku beda generasi ini.
Sumber Gambar :
https://lathifany.files.wordpress.com/2013/01/dsc03437.jpg
https://justrecord.files.wordpress.com/2012/07/soe-hok-gie-1.jpg
0 comments:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar. Jangan lupa follow blog ini :)