Sejarah Kelembagaan Pengukuran dan Pemetaan di Indonesia
Pada abad 18 pengetahuan tentang pendalaman pulau jawa sangat kurang, terlebih daerah diluar Jawa. Pada saat pemerintahan Gouverneur General Daendels, diletakan dasar untuk pengukuran di pulau jawa. Pada tahun 1809 diangkat juru-juru ukur yang diambil sumpah untuk mengisi personil dalam organisasi “Biro Zeni” dalam gerakan-gerakan militer. Semua pejabat militer dan sipil mendapat instruksi untuk mengadakan pengukuran dan pemetaan, terutama kepada para perwira Zeni diberi tugas pengukuran dan waterpassing dengan menggunakan peta-peta laut sebagai dasar pembuatan peta.
Setelah selesai peperangan di Jawa (Perang diponegoro tahun 1825-1830) timbul kebutuhan yang meningkat akan kebutuhan data geografi dan peta topografi yang lebih lengkap dari wilayah Hindia Belanda terutama ditujukan untuk pembuatan peta pertahanan Pulau Jawa. Pada awal abad ke-19 di Eropa terdapat anggapan bahwa pekerjaan pengukuran triangulasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pekerjaan pemetaan. Anggapan ini baru dianut di Indonesia pada akhir abad ke-19, walaupun antara tahun 1839 hingga tahun 1848 Junghuhn telah membuat triangulasi pertama di Indonesia yang dijadikan dasar untuk pengukuran dan pemetaan di Pulau Jawa. Dari hasil pengukuran yang dilakukan dapat dihasilkan tiga peta dengan skala peta yang bervariasi. Peta-peta buatan Junghuhn tersebut tidak pernah dicetak, sebab disusul oleh pembuatan peta dengan skala 1 : 70 000 oleh Vander Welde tahun 1845, dan peta buatan Leclerq pada tahun 1850 dengan skala peta 1 : 100 000.